Postingan

Bahagia

Kenapa orang-orang berlomba untuk hidup bahagia?  Seolah-olah siapa yang paling duluan, dia yang paling bahagia. Maka, berlomba-lombalah men cari kebahagiaan lewat harta, tahta, wanita (atau pria). Kalau di Batak disebutlah itu hamoraon (kekayaan), hagabeon (keturunan), hasangapon (kehormatan).  Seolah-olah tidak memiliki ketiganya otomatis membuat kita tidak bahagia. Seolah-olah tidak bahagia adalah inferior. Seolah-olah bahagia adalah segalanya. Glorifikasi bahagia pun ada di mana-mana. Pertanyaannya, apa kita bisa 'selalu' bahagia?  Terus kita nggak bisa 'nggak bahagia' gitu, nggak boleh sedih, marah, dan emosi lainnya? Apa takut dan khawatir itu bisa dihapuskan ? K enapa kita selalu dituntut untuk tampak bahagia, bahagia, bahagia? Kalau kita nggak bahagia hari ini, terus kenapa?  Apa kita harus denial dan mengusir semua emosi itu dengan dalih bahwa kita harus bahagia?  Bahkan Spongebob yang sesantuy itu pun pernah tidak bahagia dan resah kan ya? Kalaupun 'nggak

Realita

Bukankah banyak kali di dalam hidup ini kita hanya mampu berekspektasi, berencana, lalu berusaha sebaik-baiknya untuk meraih ekspektasi itu? Karena pada akhirnya semesta juga yang menentukan. Semesta berkenan atau tidak, hanya waktu yang bisa menjawab. Mungkin bisa jadi, realita akan sesuai harapan kita persis, atau mungkin-mungkin melampaui, bisa ke atas atau jangan-jangan ke samping. Katanya, hidup akan menemukan jalannya sendiri. Karena rupanya ada berbagai variabel yang tidak semuanya berada dalam kendali kita. Tapi begini, di saat realita bisa sesuai atau bahkan melampaui ekspektasi, tentu hati ini akan merasa gembira dong, ada sukacita yang melimpah ruah seraya mengucap syukur. Semesta mendukung, katanya. Lalu bagaimana ketika realitanya ternyata nyungsep, apa kita akan auto kecewa dan demotivasi? Yah, manusiawi lah, namanya juga manusia. Eh, gimana gimana maksudnya? Hahaha. Yah itulah yah, kehidupan, ada aja kelakuannya. Disebutlah itu risiko kehidupan. Dan akhirnya hidup bersam

It's okay....

Banyak dari kita ingin segala sesuatunya itu serba cepat. Cepat lulus sekolah. Cepat dapat kerja. Cepat dapat jodoh. Cepat punya anak. Cepat jadi bos. Cepat kaya. Cepat punya rumah, mobil, dan sederet permintaan serba cepat lainnya. Cepat move on. Cepat berubah. Cepat dewasa.  Lha, emangnya salah kalo kita maunya serba cepat?  Salah atau benar, monmaap, jawab masing-masing aja yah, hehehe.... Karena tiap pribadi tentu 'mengimani' perspektifnya sendiri-sendiri. Standar/ukuran tiap orang juga beda-beda.  Cuma, yang kupahami adalah kadang nggak semua yang kita mau itu bisa segera terwujud. Pun kalau terwujud, nggak semua waktunya bisa semau kita. Pasti ada proses. Everyone grows at their own pace. It's okay to take longer than others. Slow progress is better than no progress at all. Kalau realita nggak sesuai kemauan, mungkin akan diberi sesuai  kemampuan dan  kebutuhan. Bisa lebih dari ekspektasi, bisa juga di bawahnya. Who knows? Siap-siap aja. Tapi, apapun itu, penting bagi

Sola Gratia

Nggak ngerti lagi mau bilang apa. Kau terlalu baik untukku yang tidak cukup baik ini. Kadang suka heran, kenapa Kau masih setia, padahal aku kadang tidak setia. Aku yang banyak mau, banyak tingkah, banyak salah, banyak kekurangan, tapi Kau tetap mengasihiku, tetap setia. Tak ada kasih yang seperti kasih-Mu. Hari ini aku teringat pada kebaikan demi kebaikan-Mu padaku. 33 tahun 5 bulan dikali 30 hari dikali 24 jam dikali 3600 detik. Setiap waktu, setiap musim di dalam hidupku. Begitu banyak, tak tertuliskan satu-persatu. I just wanna thank you, God. Apapun itu hingga sejauh ini, semua bukan karena kuat hebatku, tapi  karena anugerah-Mu,   Sola Gratia! like my name, indeed :') Ketika aku jatuh, Kau satu-satunya yang hadir, no judging , hanya penerimaan. Ketika aku takut, Kau satu-satunya yang setia, tanpa tuntutan, hanya belas kasih. Tak pantas aku menerima, namun Kau tetap ada, tiada sekali pun aku ditinggalkan. Dan ku sadar, kasih-Mu cukup bagiku.  Tanpa-Mu, aku bukan siapa-siapa,

Tanggung Jawab

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini, ingin itu, banyak sekali....  Kadang kita seperti Nobita yang punya banyak kemauan, tapi lupa melihat kemampuan. Ingin punya barang  branded  agar terlihat WOW, tapi tunggakan sana-sini. Ingin wara-wiri ke tempat fancy biar kekinian, tapi utang ke anu-ani. Ingin punya aset sophisticated supaya bergengsi, tapi dikejar-kejar debt collector . Oke ngutang, tapi kuat bayarnya segimana? Cek dulu, ini keinginan atau kebutuhan? Berat! Hidupmu tanggung jawabmu! Hiduplah untuk hari ini, tapi siapin juga hari esok. Hari ini makan steak, besok makan apa? Roda berputar. Pun dengan hidup. Seringkali yang bikin mahal itu gaya hidup dan pengakuan. Capek nggak sih? Bilamana gaya hidup selangit, maka usahakanlah kekayaan juga sampai ke langit. Jika realitanya adalah kebalikan, jangan halu, cepat-cepat menginjakkan kaki di bumi. Niscaya, hidup akan lebih tenteram, tenang, damai sejahtera, tanpa harus peduli terlalu berlebihan dengan "apa kata orang?&quo

Di Rumah Lebih Baik

Udah sebulan ini aku di rumah aja karena work from home sejak diberlakukannya PPKM darurat. Sebetulnya ada rasa lega dengan adanya peraturan ini. Alarmku nggak perlu bunyi jam 4.30 pagi seperti saat  work from office . Belum lagi pulangnya harus naik angkot, bertemu dengan masyarakat campuran (berkesadaran dan tidak berkesadaran) terkait hal basic kayak pakai masker dan jaga jarak. Pelik!  Ini ceritaku saat wfo. Jam 5.30 bus kantor cusss berangkat. Otomatis semua dikerjakan seringkas mungkin. Belum lagi kalo ada insiden telat bangun, wuuussshhh... Mandi, berpakaian, menyiapkan sarapan untuk dibawa ke kantor, dll. Lupakan berlama-lama di depan lemari dan berpikir-pikir, "hari ini aku mau pakai baju apa ya?" atau berdiri di tengah dapur dan bertanya-tanya, "pagi ini aku mau siapin sarapan apa ya?" Boro-boro... Pokoknya, apa yang pertama kali dilihat, SHE CUT !! *baca SIKAT!!. Dan jujur, bukan naturalku untuk bangun dan keluar rumah sepagi itu. Dengan separuh kesadar

Kadang

Kadang, segala sesuatu yang terjadi pada waktu tertentu tidak harus bisa dimengerti pada saat itu juga. Mungkin kita bertanya-tanya, bahkan menjadi bingung, sebelum akhirnya dapat memahaminya satu per satu pada suatu hari. Kadang, kumparan kebingungan itu menimbulkan segala rupa pikiran dan perasaan yang tidak karuan. Entah dia bernama keresahan, kecemasan, kekuatiran, ketakutan, penderitaan, serta apapun itu yang tidak menyenangkan dan menenangkan bagi kita. Kadang, maksud dan tujuan di balik semua kenyataan yang telah terjadi baru bisa disadari dan diterima setelah kita melewati berbagai macam perjalanan, perhentian, ujian, cobaan, drama, bahkan tragedi yang bisa jadi tidak diinginkan. Kadang, kita ingin cepat-cepat menyelamatkan diri ketika persoalan demi persoalan menghimpit hingga bernafas pun rasanya sulit. Kadang, kita ingin segera berhasil ketika mengurai kerumitan demi kerumitan yang terasa seperti benang kusut.  Kadang, kita menjadi tidak sabar. Kadang, kita menjadi tidak ikh